Saya pernah membawakan suatu materi pada Bina Rohani siswa-siswi Katolik SMA se-Sorowako dan materi yang saya bawakan pada waktu itu adalah sejarah terbentuknya Alkitab. Saat memulai presentasi, saya membawa 2 buah Alkitab. Yang satu Alkitab Katolik yang lengkap dengan tujuh Deuterokanoika sedangkan Alkitab satunya lagi adalah Alkitab versi Protestan yang tidak memiliki kitab-kitab Deuterokanonika. Saya mengatakan kepada mereka bahwa di tangan saya ada 2 macam Alkitab, Alkitab Katolik dan Alkitab Protestan. Saya bertanya kepada mereka apa yang membedakan kedua Alkitab ini dan ternyata mereka mengetahui letak perbedaannya adalah pada ada tidaknya kitab-kitan Deuterokanonika tersebut. Lalu saya mengajukan pertanyaan berikutnya, “Jikalau Alkitab versi Katolik memiliki tujuh kitab Deuterokanonika dan Alktab verso Protestan tidak, lalu manakah yang benar: Gereja Katolik-lah yang telah menambah isi Alkitab dengan tujuh kitab Deuterokanonika itu ataukah Gereja Protestan yang telah mengurangi isi Alkitab dengan membuang ke tujuh kitab Deuterokanonika tersebut?” Jawaban yang saya dapatkan dari seluruh siswa itu sungguh-sungguh mengejutkan saya!
Semuanya sepakat bahwa Gereja Katolik-lah yang telah menambah isi Alkitab. Alkitab Gereja Katolik terdiri dari 73 kitab, yaitu Perjanjian Lama terdiri dari 46 kitab sedangkan Perjanjian Baru terdiri dari 27 kitab. Shadowhunters season 1 episode 11.
See all 25 photos taken at Masjid Al Qurtubi Segambut by 262 visitors. Talaqqi Kitab Sahih al-Bukhari dan Misykatul Masabih oleh Maulana Muhammad Asri.
Bagaimanakah sejarahnya sehingga Alkitab terdiri dari 73 kitab, tidak lebih dan tidak kurang? Pertama, kita akan mengupas kitab-kitab Perjanjian Lama yang dibagi dalam tiga bagian utama: Hukum-hukum Taurat, Kitab nabi-nabi dan Naskah-naskah. Lima buku pertama: Kitab Kejadian, Kitab Keluaran, Kitab Imamat dan Kitab Bilangan dan Kitab Ulangan adalah intisari dan cikal-bakal seluruh kitab-kitab Perjanjian Lama. Pada suatu ketika dalam sejarah, ini adalah Kitab Suci yang dikenal oleh orang-orang Yahudi dan disebut Kitab Taurat atau Pentateuch. Selama lebih dari 2000 tahun, nabi Musa dianggap sebagai penulis dari Kitab Taurat, oleh karena itu kitab ini sering disebut Kitab Nabi Musa dan sepanjang Alkitab ada referensi kepada 'Hukum Nabi Musa'. Tidak ada seorangpun yang dapat memastikan siapa yang menulis Kitab Taurat, tetapi tidak disangkal bahwa nabi Musa memegang peran yang unik dan penting dalam berbagai peristiwa-peristiwa yang terekam dalam kitab-kitab ini.
Sebagai orang Katolik, kita percaya bahwa Alkitab adalah hasil inspirasi Ilahi dan karenanya identitas para manusia pengarangnya tidaklah penting. Nabi Musa menaruh satu set kitab di dalam Tabut Perjanjian (The Ark of The Covenant) kira-kira 3300 tahun yang lalu.
Lama kemudian Kitab Para Nabi dan Naskah-naskah ditambahkan kepada Kitab Taurat dan membentuk Kitab-kitab Perjanjian Lama. Kapan tepatnya isi dari Kitab-kitab Perjanjian Lama ditentukan dan dianggap sudah lengkap, tidaklah diketahui secara pasti. Yang jelas, setidaknya sejak lebih dari 100 tahun sebelum kelahiran Kristus, Kitab-kitab Perjanjian Lama sudah ada seperti umat Katolik mengenalnya sekarang. Kitab-kitab Perjanjian Lama pada awalnya ditulis dalam bahasa Ibrani (Hebrew) bagi Israel, umat pilihan Allah. Tetapi setelah orang-orang Yahudi terusir dari tanah Palestina dan akhirnya menetap di berbagai tempat, mereka kehilangan bahasa aslinya dan mulai berbicara dalam bahasa Yunani (Greek) yang pada waktu itu merupakan bahasa internasional. Oleh karena itu menjadi penting kiranya untuk menyediakan bagi mereka, terjemahan seluruh Kitab Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani. Pada waktu itu di Alexandria berdiam sejumlah besar orang Yahudi yang berbahasa Yunani.
Selama pemerintahan Ptolemius II Philadelphus (285 - 246 SM) proyek penterjemahan dari seluruh Kitab Suci orang Yahudi ke dalam bahasa Yunani dimulai oleh 70 atau 72 ahli-kitab Yahudi - menurut tradisi - 6 orang dipilih mewakili setiap dari 12 suku bangsa Israel. Terjemahan ini diselesaikan sekitar tahun 250 - 125 SM dan disebut Septuaginta, yaitu dari kata Latin yang berarti 70 (LXX), sesuai dengan jumlah penterjemah. Kitab ini sangat populer dan diakui sebagai Kitab Suci resmi (kanon Alexandria) kaum Yahudi diaspora (=terbuang), yang tinggal di wilayah Asia Kecil dan Mesir. Pada waktu itu Ibrani adalah bahasa yang nyaris mati dan orang-orang Yahudi di Palestina umumnya berbicara dalam bahasa Aram. Jadi tidak mengherankan kalau Septuagint adalah terjemahan yang digunakan oleh Yesus, para Rasul dan para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru. Bahkan, 300 kutipan dari Kitab Perjanjian Lama yang ditemukan dalam Kitab Perjanjian Baru adalah berasal dari Septuagint.
Harap diingat juga bahwa seluruh Kitab Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani. Setelah Yesus disalibkan dan wafat, para pengikut-Nya tidak menjadi punah tetapi malahan menjadi semakin kuat. Pada sekitar tahun 100 Masehi, para rabbi (imam Yahudi) berkumpul di Jamnia, Palestina, mungkin sebagai reaksi terhadap umat Kristen. Dalam konsili Jamnia ini mereka menetapkan empat kriteria untuk menentukan kanon (=standard) Kitab Suci mereka: [1] Ditulis dalam bahasa Ibrani; [2] Sesuai dengan Kitab Taurat; [3] lebih tua dari jaman Ezra (sekitar 400 SM); [4] dan ditulis di Palestina.